Rabu, 11 Desember 2019

Algoritma II

ALGORITMA II

Awal chat itu dimulai dan bermula di instagram. Dalam akunku dan akun milikmu kita bertegur sapa. Aku bukan orang yang suka main medsos karena aku orangnya introvert banget kali ya. Sampai aku mau nyari kamu yang notabene sebagai  temen lamaku, dan salah satunya menurutku melalui social media, ku daftarkan diriku disalah satu platform bernama instagram.  Tak terasa berawal dari ku follow akunmu, dan kau pun gercep menyapaku lewat DM. Tepat tanggal 01 Juni 2019, sambil menunggu waktu sahur itu terasa menjadi amat menyenangkan. Pria yang ingin ku ceritakan ini bernama Deri. Deri itu ketua kelasku dari kelas 4-6 SD. Pinter sih  ga juga, cuma dia punya jiwa kepemimpinan, ah Deri sedari kecil aja kamu sudah menakjubkan.

Dan aku Vina, gadis kecil yang biasa-biasa saja, aku senang belajar. Rasanya Ranking 1 itu wajib diisi namaku. Aku pernah mendapatkan ranking 1 waktu SMP, kalian tahu kalau semisal twitter udah ada di tahun itu mungkin berita inilah yang menjadi Trending Topic di posisi pertama. Yah kerabat, tetangga, hingga rekan kerja Papa sudah sering mendengarku rangking 1 bahkan di kelas 6 SD nilai UN ku masuk peringkat 5 besar nilai terbaik nasional. Papa dan Mama jelas bangga sekali, cita-citaku menjadi dokter hewan karena Mama selalu memberiku hadiah hewan peliharaan dari kaki 4 bahkan unggas setiap penerimaan rapot aku pun mulai menyukai mereka.

Oh iya kembali ke Deri yah hihi. Deri adalah orang yang sudah diceritakan di algoritma pertama. Ya Deri memang mempunyai pacar bernama Kia, sedikit banyak kalian sudah mengertikan posisi hubungan mereka saat ini. Tapi please itu bukan karena aku sebagai orang ketiganya hihi.

Aku yang memfollow Deri, dan hampir 14 tahun aku tak pernah mendengarkan kabarnya. Iya setelah lulus SD aku pindah ke Ibu Kota, di Jakarta. Karena aku menempati posisi 5 nilai terbaik seluruh Indonesia aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan SMP di Sekolah Unggulan, maklum di Kota ku Tarakan itu belum ada sekolah unggulan hihihi.

Aku pun bergegas menyapa Deri Nasution, ketua kelas 3 periode dan tak tergantikan pun di hatiku. Yah Deri seringkali mengajakku ke kantin. Sampai-sampai anak satu sekolah sering mengejekku kalau aku pacaran sama Deri, menyebalkan bukan??? Tapi ga tau setiap disorakin “Cieee Vina pacaran nih yeee sama Deri” pipi ku menjadi merah-merona, aku rindu sorakan itu.

Setelah lulus SD sorakan itu sudah tidak pernah terngiang lagi di telingaku, itu lebih menyebalkan. Setiap hari selama mulai melanjutkan di sekolah unggulan itu aku dan Deri tak lagi pernah bertegur-sapa. Di tambah lagi orang tua ku pun pindah tugas ke Palembang.  Itu yang menyebabkan nilaiku di kelas 1 SMP menjadi jeblok, jeblok itu bahasa Indonesianya menjadi turun. Moment Ramadhan yang harusnya aku mudik, aku malah mudik ke kampung yang aku tak pernah kenal sejarahnya. Berbeda dengan Tarakan bahkan aku sampai mengerti kenapa kota itu dinamakan Tarakan. Yah intinya kota itu terdiri dari dua kosa kata yang berasal dari bahasa suku Tidung yang berarti tempat singgah para raja untuk makan. Ah begitulah Deri pria yang mengajarkan aku arti kekaguman.


Setelah sekian lama tidak pernah lagi berkunjung ke Tarakan Papa dan Mama memutuskan tahun ini kami menghabiskan libur lebaran di kota kelahiran ku itu. Menyenangkan sekali,,, yeaah Tarakan tunggu aku.
Chat ku dengan Deri berlanjut hingga keeseokannya, kami sudah bertukaran kontak WA. 
Bahkan deri membangunkan dengan voice note, katanya begini. “Bagi yang merasa bernama Vina Ramadhani, anak Dari Pak Rahmad dan Bu Dani, silahkan bangun sebelum sahurnya di petuk ayam.” Duh Deri sama ayam aja kok pelit sih hihi. “ Ayo bangun.”

“Iya ini baru bangun, kamu sama ayam aja kok pelit sih. Huh.” Kesalku

Oh iya karena masih SD  kultur di Kota ku ini manggil nama pakai nama orang tua sebagai bahan ejekan, maka itu Deri tau banget nama ortuku, malah dia inget sampai sekarang. Dan lucu lagi, kenapa waktu itu aku harus marah misal orang lain menyapa ku dengan nama orang tua ku. Toh memang mereka yang melahirkan aku, justru misal aku di panggil dengan nama security komplek yah wajar dong aku marah. Kan memang aku anak Mama Papa ah kalau diingat-ingat masa-lalu itu emang banyak lucunya hihihi.

Dan aku pun bertemu dengan Deri mantan ketua kelasku saat SD. Aku sengaja selepas sahur dan setalah shalat shubuh langsung bergegas untuk menyiapkan diri dan dalam perjanjian di chat tadi sih aku minta jemput sama Deri di hotel tempat aku dan orang tuaku beristirahat.

Tapi aku ingin memberikan kejutan dengan aku yang menjemput Deri. Dari semalam setelah tiba di bandara aku memang sibuk mencari rental mobil untuk kendaraan selama di kota kelahiranku ini. Dan Alhamdulillah teknologi memudahkan untuk mendapatkan rental mobil yang diinginkan.

Aku sudah menuju daerah Sebengkok, Sebengkok itu nama daerah di Tarakan. Ingat Sebengkok, emang ada Selurusnya? Ga ada hihi. 
Aku tiba tepat di Rumah Deri, tidak banyak yang berubah dari rumah Deri sejak terakhir ku tinggalkan, hanya pemukiman semakin padat dan hanya warna cat rumah Deri yang berubah, dan semakin banyak bunga di pekarangan.
Aku langsung membuka pagar rumah dan mengetuk pintu, "tok tok tok,,,"

Ada sosok seorang Ibu-Ibu berumur 56 Tahun keluar dari bilik pintu.

“Cari siapa Mbak?” Kata Ibu itu…

“Ada Deri bu?”

“Nak Vina???”

Ibu Deri masih mengingatku ternyata, dia begitu peka dengan suaraku maklum aku cadel.

“Iya Bu ini Vina.”

Seketika itu Ibu Deri langsung memelukku dan mengacak-ngacak pundakku.

“Kamu makin dewasa makin cantik. Ntar yah Ibu panggilkan Deri. Ayo masuk,”

Sambil menuju ruang tengah dan mempersilahkan aku untuk menunggu, Ibu memerkan foto ku bersama Deri saat SD, ntah siapa yang sengaja meletakannya di almari ruang tengah.

Sambil menatap foto lama itu, dan mengusap-usap wajah kami berdua yang sangat ceria. 
Deri pun menyapaku.
“Ngapain kesini, perjanjiannya kan aku yang jemput ke hotel.”

“Deri…” Aku langsung memeluk Deri.

Yang ku rasakan  seketika semua menjadi lebih damai. Bak waktu seakan-akan terhenti,

“Nah akhirnya Ratu sama Raja ketemu lagi.” Suara Ibu yang menyadarkan aku.

Tanpa sengaja air mataku menetes, yah Deri teman lamaku. Sahabat karibku tempatku menyimpan semua cerita saat masih beranjak merasa dewasa. Aku terkesiap melepaskan pelukan paling damai yang meneduhkan.

“Kamu kok nangis ih...” Deri

“Hihi.” Aku hanya bisa tertawa kecil sambil menghapus air mataku.

Eh akukan puasa, mana meluk yang bukan muhrim lagi. Hehe
“Kamu mau aku anterin kemana? Sekolahan atau di siring Gunung Amal?”

Sekolahan dan siring Gunung Amal adalah tempat paling berkesan buat kami. Aku seneng kalau Deri ngajakin ke siring pas sore-sore. Dia selalu ngomentarin gaya-gaya orang yang lewat, kadang dia dubbing suara orang-orang yang sedang kami perhatikan.

“Terserah kamu Der bawa aku kemana pun.” Dengan senyum paling merekah ku jawab.

“Oke kita ke sekolah dulu yah.”

“Siap Pak Ketua Kelas.” Jawabku sambil memberi hormat.

Taman tempatku sering belajar dan bercerita dengan Deri pun kini sudah banyak yang dirubah, Mulai tata letak gajebo dan tanaman di sekeliling taman, semua nampak rimbun.
Namun itu tidak menghilangkan sedikitpun ingatanku dengan orang paling kharismatik yang aku kenal ini.

“Der,,, Kamu sekarang kerja dimana? Aku liat instagram kamu isinya foto pemandangan semua.”

“Hehehe aku kerja di kontruksi gitu ikut kontraktor.”

“Koas kamu gimana?”

“Yah gitu tinggal setengah tahun lagi Der?”

“Ayah Bunda apa kabar?”

“Nanti kita ketemu yah, Ayah udah 2 kali nanyain kabar kamu loh Der.”

“Mesti dia nanya soal bambu.”

“Hah, bambu?”

“Eh, ga ga pasti dia rindu obrolin soal kamu.” Pungkas Deri.

“Bambu terus aku? Ah dasar anak teknokrat membingungkan. Tapi kamu masih kuliahkan? Enak ya anak teknik belum lulus udah dapat kerja.” Sebenarnya sih aku pura-pura ga tau waktu SD Deri pernah ditantang Ayah buat nyari bambu dengan ruas yang saling bertemu.

“Haha ga juga, semua tergantung pribadi masing-masing lagi kali. Solidaritas anak teknik memang banyak membantu ketika ada kerjaan link lebih mudah didapat.”

Der inget ga dulu disini tempat kita ngobrol banyak hal termasuk mimpi kita. Kamu pernah mimpi buat gedung yang ga ngerusak alam. Agak aneh sih waktu itu aku dengernya. Tapi hari ini mimpi kamu pelan-pelan kamu raih. Kamu juga pernah ditanya Ibumu “Mas ga ngeles?” kamu jawab dengan nada datar “Ya Ibu ga percaya banget sih sama guru mas, tenang Bu les itu Cuma untuk orang-orang yang ga yakin sama pendidikan di negeri sendiri.” Ah Deri kamu itu emang pria cerdas. Sekalipun mimpi kamu sering aneh. Hihi.

“Kamu inget Vin, disini kita sering banget ngobrol banyak hal?”

Seketika Deri membuyarkan khayalanku “Oh iya yah Der jadi keinget juga hihi. Dulu orang-orang malah sering sorakin kita pacaran-pacaran.” Syukur waktu SMA aku ikut ekstrakulikuler Drama jadi bisa sedikit nyamarin ekspresi.

“Waktu disorakin kalau kita pacaran kamu seneng? Seinget ku sih kamu suka senyum-senyum malu tapi bahagia gitu.”

“Ih mana ada kamu itu suka nerka. Mana suka ngawur lagi.” Tukasku,

“Iya deh iya, tapi kok ngegas gitu. Berartikan bener?” Goda Deri.

“Ngeselinnya kok ga ilang-ilang. Terserah tafsir Tuan saja.”

“Oke deh aku nafsirkan kalau kamu ngefans.” Balas Deri

“Terserah Tuan.” Suaraku ku buat sesederhana mungkin biar dia percaya.

“Haha dasar.” Deri mengacak-acak rambutku. Sentuhan yang ga asing itu.

Emang agak sulit yah kalau udah dewasa antar dua manusia berteman. Terlalu banyak rasa yang berbeda. Sedikit perhatian jadi nyaman. Sedikit sentuhan jadi baper. Yah kek aku gini. Tapi kembali, aku lumayan terampil dalam ekstrakulikuler drama Der.

Lanjut, Deri mengajak aku ke sebuah lorong. Lorong yang ga mungkin aku lupain. Dulu ada sekelompok Kakak kelas yang sering gangguin aku. Waktu pulang sekolah mereka mengambil tasku dan melempar-lempar agar ku rebut. Karena badanku masih mini kala itu, aku Cuma bisa nangis. Terus si ketua kelas inilah yah menyelamatkan tasku  dan aku. Deri juga sempat dipukuli sama komplotan kakak kelas itu. Tapi kejadian itu yang membuat aku akrab sama Deri.

“Kamu ingat sama kejadian itu?” Deri tersenyum. Yah masih ada bekas luka dikening Deri. Deri sempat dilempar batu waktu melindungiku hingga mengenai bagian pelipis mata.

Aku tanpa sadar mengelus bekas luka itu dan berkata “Makasih yah Der udah jagain aku.”

“Apaan sih ini kok kamu jadi mellow.”

“Deriii….”Aku memukul bahunya.

“Kita ke satu tempat lagi.” Dia menggengam tanganku.

Yah dulu juga sering banget pegangan tangan kalau pulang sekolah. Namun kali ini kok nyaman banget yah…

“Kamu masih inget ga di pohon ini?”

“Ini pohon tempat kamu pernah jatuhkan terus tangan kamu patah!!! hihi” Ejekku

“Kamu lupa aku manjat buat apa?”

“Emang buat apa yak kamu iseng aja….” Suaraku terputus menyembunyikan sesuatu.

“Tunggu disini.” Deri memanjat.

Yah aku hanya diam. Mengingat semua kejadian.

Dulu kami sengaja menulis di sebuah botol yang diikatkan pada pohon  rindang. Dan kami akan membacakan pesan di botol itu bila dewasa nanti  bertemu lagi. Yah itu alasan kenapa Deri jatuh sampai tangannya mengalami cidera yang cukup serius.

Deri sudah turun membawa 2 botol yang berisikan pesan. Setiap botol sudah diberikan nama, pohon itu emang ga pernah di potong jadi botol kami aman.

Deri menyodorkan botol yang bertuliskan namanya dan Deri memegang botol bertuliskan namaku. Kami pun duduk bersandar di batang tubuh pohon.

Aku membaca surat yang tersimpan dalam botol “Vina Ramadhan, tulisan ini udah aku ubah. Sekarang aku kelas 3 SMA. Setiap tahun aku selalu ganti tulisan ini, dan mungkin ini yang terakhir kalinya. Kita akrab dari kelas 4 SD sampai kelas 6 SD. Dulu aku ngarepnya pas SMP, SMA sampai kuliah kita bisa sama-sama. Dulu aku kira aku Cuma suka sekedar suka. SMP aku masih sering kepikiran kamu, dan aku kira itu hanya cinta monyet kayak orang-orang bilang. Pas sudah SMA nama kamu semakin kuat diingatanku. 
Rasanya aku benar-benar jatuh hati ke kamu.” Begitu pesan yang tertulis di botol itu.

Sedang pesan yang ku tulis di botol itu. “Deri, aku bahagia punya temen kayak kamu. Kamu itu kayak kakak ku. Aku bahagia punya temen seperti kamu.”

“Vin…”

“Iya, Der…”

“Kamu udah selesai baca?” Deri.

Aku masih ingat sekali, dan aku masih sering memikirkan soal pesan yang kita gantung ini. Ini salah satu alasan kenapa aku ga mau pacaran. Sampai hari ini adalah Deri sebagai alasan terkuat. Yah perasaan ku sama persis dengan apa yang dia rasakan. Hanya saat SD aku ga mungkin bisa berbahasa seperti surat Deri.

“Iya, Der… kamu bener ngubah pesen ini?”

“Iya Vin.”

“Tapi kan kamu sekarang punya pacar?” tanyaku polos.

“Aku kira kamu ga bakal datang dan hadir lagi kesini.”

“Aku ga bakal nyakitin orang Der.” .

“Kamu mungkin ga akan nyakitin hati orang lain, tapi kamu bakal nyakitin aku. Aku yang udah pernah nungguin kamu.” Harap Deri.

“Namanya siapa Der?”

“Kia.” Jawab Deri ketus

“Terus kamu udah sampai mana hubungan sama dia?”

“Berapa kali dia ngajakin aku nikah, tapi aku masih berharap sama kamu Vin…” Jawabnya lirih

“Kalau kamu yakin aku akan datang, kenapa kamu tetap ngajakin Kia berhubungan?”

“Kadang yakin belum tentu terjadikan Vin… Yang pasti aku punya rasa yang besar ke kamu.”
Huh semua jadi serba kikuk saat ini.

“Aku ga mungkin nyakitin hati wanita itu Der?” Aku menyampaikan dengan nada penuh harap.

“Dan berarti kamu lebih milih nyakitin aku yang rasa cintanya ada di kamu?”

“Bukan gitu, bukan gitu.” Aku menggengam tangan Deri untuk memberikan dia pengertian. Aku melanjutkan “It’s oke Der. Pacaran itu sama sekali rulenya ga ada. Aku ga mau pacaran, kalau kamu emang yakin sama aku. Datangi Papa dan Mama, sampaikan niat kamu ini ke mereka. Kamu pahamkan maksudku?”

“Kamu mau dengan hubungan pernikahan?” Pertanyaan yang dilanjutkan dengan keterangan. “Malam ini aku Ibu dan Ayahku akan menemui Papa juga Mamamu.”

“Kamu seriuskan Der?”

“Kalau inginmu seperti itu aku serius dan insyaAllah aku siap.”

*****

Siang sudah terik aku dan Deri bergegas meninggalkan sekolah.
Kami pun sudah tiba di halaman rumah Deri.

“Vin, masuk dulu ya.” Ajak Deri.

“Boleh.”

Deri mempersilahkan aku duduk di sofa, dan Deri masuk ke ruang tengah. Ada pembicaraan bersama ayah, ibu, dan Deri terdengar samar-samar.

Ayah dan Ibu Deri keluar dari gorden yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah.

“Nak Vina yakin sama Deri?" Ibu duduk disebelahku.

Lagi-lagi aku terperangah oleh Deri, dia bulat menyatakan itu. Tapi aku masih ragu, bukan ragu atas perasaanku. Seketika wanita bernama Kia ada dipikiranku sekitar 80% mempengaruhiku saat ini.

“Vina mau bu, tapi biar Vina bicarakan ke Papa sama Mama dulu.” Ucapku mencoba menyakinkan Ibu dan menyakinkan diriku sendiri tentu.

Selanjutnya aku dan Deri menuju hotel.

“Hay Deri?!” Sapa Papa.

“Hallo om.” Deri sumringah dan berpelukan dengan Papa.

Kalian sendiri taukan, Deri sama Papa itu cocok banget. Mungkin karena aku anak tunggal kali yak hihi. Terus Papa ga punya tandem gitu.

Mereka ngobrol banyak di balkon, aku bersiap-siap mandi. Mama mana yah? Oh pasti Mama lagi berenang.
Setelah aku usai menyegarkan tubuh, Mama dan Papa sedang berdiskusi. Deri tidak tampak diantara mereka. “Kemana Deri?” kataku membatin.

Mama melihatku dan memintaku untuk bergabung bersama mereka.

“Deri sedang menjemput Bapak dan Ibunya. Kita berbuka bersama sekalian ngobrolin niat baik Deri ke kamu.” Kata Papa serius.

Secepat inikah??? Renungku di balkon kala itu.

*****

Aku sudah mengunakan gaun dengan warna putih, tepat sekitar 3 bulan yang lalu aku bertemu Deri. Ya semua persiapan pernikahanku dengan Deri menjadi mudah, karena aku menggunakan jasa wedding organizer bernama MA Wedding Planner and Organizer milik anak relasi papa dulu.

Kurang dari 15 menit yang lalu Deri mengucapkan Ijab Qabul dihadapan hadirin dan tamu undangan.

Sekarang Deri tepat di sampingku, kami sedang melakukan sesi foto dengan memamerkan kartu nikah.
Aku bahagia, bahagia yang tak terhingga. Tapi perasaan bersalah itu masih kerap mengangguku, bagaimana dengan Kia? Kia masih ada dipikiranku, namun aku enggan menanyakan wanita itu kepada suamiku Deri Nasution.

Dan saat resepsi, aku melihat ada seseorang yang menarik perhatianku, yah aku memang ga pernah nanya ke Deri soal Kia. Tapikan aku wanita, jiwa kepoku tingkat Detektif Conan pasti aktif dong. And than, ya itu Kia. Kia datang dengan menggunakan dress hitam dan semua serba hitam. Ya di tengah kebahagiaanku ada jiwa yang sedang berkabung dan itu Kia.

Kia menghampiri kami dan menyalami orang tuaku dengan baik dan sekarang dia sedang menyalami Deri. 
Ku lihat Kia mencoba mendekati wajah Deri sambil menjabat tangan suamiku. Aku mendengar samar-samar suara Kia.

Kia berbisik lirih “Kalau ga mau serius harusnya jangan pernah kasih harapan ke wanita Der.” Kia pun berlalu tanpa menyalamiku.

-To Be Continued-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar