Algoritma I
Perkenalkan
namaku Rendy, aku seorang vokalis metal yang mana basic suara ku memang parau
tapi itulah karakter kuatku diatas panggung, aku juga tukang tatto dan hampir
30% tubuhku pun bertattoo, aku seorang baberman tapi rambutku
sendiri paling langka di cukur, aku hanya mengikat rambutku, dan seorang pacar
dari wanita bernama Sofie. Hubungan kami masih dalam persoalan yang klasik
yaitu LDR.
Sofie itu
anaknya manis juga anggun tapi sekali marah dia lebih mirip Manny Pacquaiao
kalau diatas ring. Aku dan Sofie sudah menjalin hubungan sekitar 2 tahun, yah
hubungan yang tidak singkat dan tidak panjang. Dalam hubungan tentu banyak
perbedaan ditambah usia hubungan kami sedang banyak perselisihan. Hubungan di 1
tahun pertama menurutku adalah manis-manis percintaan, apalagi untuk kami
bersama tidak memerlukan waktu lama. Hubungan 1 ke 2 tahun ini adalah babak
dimana egoisku dan egoisnya semakin terlihat. Belum lama ini aku dan Sofie
terlibat dalam perseteruan hebat bak badai “florance” pun akhirnya terjadi,,,
Sampai
akhirnya aku harus bercerita lewat tulisan ini, malam tepatnya pukul 09.00 p.m
nada mesangger berbunyi dari handphone, aku yang masih berbaring santai diatas
kasur mengambil gawai ku yang ku letakan diatas meja yang masih ku charger. Ada
pesan masuk ternyata di mesangger facebookku dari orang bernama “Kia Nirmala”.
Aku sama sekali tidak mengenal dia yang aku tau dia adalah orang yang sering
menyukai postinganku baik di facebook, bahkan beberapa sosial media miliku
seperti instagram dan juga path sebelum path menguburkan diri dari media maya.
“Hai Rendy...”
“Ya.”
kataku membalas.
“Lagi
dimana?” tanya seseorang ini.
“Dirumah,
gimana ada yang bisa dibantu?” Perasaanku membatasi rasa penasaran ini. Kenapa
ada orang yang ya aku tau dia cuma sebatas di sosial media, dan aku tau dia ada
di satu kota yang sama denganku kali ini, tapi kok tumben banget chating...
Apa
kalian pernah ada diposisiku? Ada orang yang sering kepoin snapgram, setiap
postingan kalian sampai akhirnya kalian jadi kepo juga sama tuh orang, ya aku
diposisi itu sekarang... Sosial media ternyata bisa mematikan hubungan yang
ada, dan menciptakan hubungan sosial yang baru.
“Kia mau
ngajak kamu hangout, besok bisa?”
“Mmm,
besok sih aku selow. mau hangout kemana? Paling mentok-mentok kita
nongkrong...” Balasku.
“Iya kita
nongkrong, ngobrol gitulah. Di tempat yang pastinya ga rame. Kamu kan orangnya
ga suka situasi rame...”
Aku
terkejut membaca chatingnya, kali ini kok dia tau aku emang ga suka nongkrong
ditempat crawded . Ah,,, aneh ini...
Aku
membalas secukupnya dengan menutupi rasa penasaranku. “Ya terserah kamu aja,
yang pasti jangan tempat rame.”
“Oke
besok sore, jam 4. Aku jemput kamu Ren. Share location aja.”
Aneh-aneh
kataku, kok iya aku malah nerima tawaran. Sesimple itu aku udah masuk dalam
algoritmanya.
Singkat
cerita, hari ini sudah jam 03:50, aku bergegas mandi.
“Aku udah
di Jalan Sungai Kapuas nih, dekat point location yang kamu share semalam.”
Pesan
dikirim 2 menit yang lalu. Aku baru saja selesai menyegarkan badan. Handuk
masih menggulung tepat diatas perut dan menutupi sampai ke bawah lutut.
Aku membalasnya
sesegera mungkin. “Kamu dibagian mana?”
“Aku
masih di minimarket nih sekalian buat bekal kita ngobrol. Rumah kamu bagian
mana?”
“4 rumah
sebelum minimarket, rumahku di kiri jalan. Cat putih pagar merah.” kataku
singkat.
“Oh iya
ini aku udah keluar dari minimarket tungguin diluar.”
Dengan
membawa gawai dan masih berhanduk aku bergegas keluar.
Mataku
berhamburan melihat kendaraan yang lewat. Sebuah mobil Jeep Wrangler YJ hitam,
pabrikan tahun 96 berhenti tepat dirumahku. jendela mobil terbuka.
“Hai,,,”
seorang wanita melambaikan tangan dari mobil.
Aku
mengisyaratkan Kia untuk masuk dengan bahasa tubuh, karena aku ga
mungkin jalan sama dia dengan berbungkuskan handuk doang.
“Duduk
dulu yah Ki.” Kataku dari kamar.
“Iya.”
Balasnya santai.
Mungkin
aku ga punya attitude menurut kalian. Tapi percayalah aku begini karena merasa
Kia itu seperti teman lama.
Sore itu
aku memilih baju, mmm... bukan memilih tapi memang itu adalah pakaian dinasku.
Celana jeans, jaket kulit dan kaos berwarna hitam juga sepatu boats. Tak lupa
karet untuk mengikat rambut. Aku keluar dengan rambut yang masih terurai,
menghampiri Kia dan menjabat tangannya sambil mengatakan..... “Ahhh aku kok
tiba-tiba kagok sama nih cewek.” kataku dalam hati.
“Rendy
kan???” tanya Kia mencairkan suasana.
“Bukan...
namaku Reog Ponorogo. hahaha”
Kami
tertawa dan keluar rumah menuju mobil dan aku tidak tau kami bakal kemana.
Aku
melihat banyak snack dan camilan berhamburan di kursi penumpang belakang. Maklum
di kota kami ga nyediain kantongan plastik lagi karena ada Peraturan Daerah
baru yang melarang setiap toko dilarang menyediakan kantong plastik. Yah kalian
tau kantong plastik bila dibuang akan sulit memuai, jika dibakar
akan menghasilkan asap beracun dan itu berbahaya bagi lingkungan. Oke
sih nih peraturan environment gitu.
“Katamu
tadi di minimarket beli bekal yah? Emang mau kemana?”
“Udah Ren,
kamu ikut aja.” Balas Kia.
Selama di
perjalanan kami hanya diam dan mendengar lagu Jamrud yang berjudul “Pelangi Di matamu”
“30 menit
kita disini tanpa suara.” Eh ga ding FTV banget kalau gitu.
Kami
mendengarkan lagu Nirvana seluruh lagu yang terhimpun dalam album berjudul “Bleach”.
Oh iya
kalian harus tau siang itu kia mengenakan jaket jeans, celana jeans, sepatu
kets, dengan rambut bob layer. Itu membuatku nyaman, iya nyaman karena sama,
itu biasa.
Sekitar
30 menit kami berhenti di bawah bukit.
“Udah
nyampe Ren.” Kia
Aku
membuka pintu dan diikuti Kia.
“Kita
kesana.” Kia menunjuk satu bukit yang ada di samping kami.
Butuh 15
menit menguatkan otot paha dan otot betis untuk sampai ke atas bukit. Tertulis
“Pohon Satu” di sebuah plang dengan tulisan cat ala kadarnya. Ternyata di atas
ga seperti yang ku asumsikan. Ada banyak pohon disana, tapi memang mereka
jomblo karena tumbuh berjarak yang agak jauh jadi dari itulah pengurus tempat ini
menamakan pohon satu. Pohon Satu itu cukup menyenangkan, pemandangan bukit dan
laut menjadi satu kesatuan yang cukup sempurna.
“Ren
kalau ngerokok, ngerokok aja.”
Aku emang
jarang merokok kalau lagi jalan sama cewek terlebih Sofie, iya Sofie pacarku. Sofie
itu aktivis anti rokok dari bangku kuliah.
“Aku tau
Ren kadang rokok itu adalah cara buat kamu refresh diri.”
Ya! Ini
point kedua dia tau tentang aku.
“Oke. Sorry
yah kalau ga nyaman sama asapku.”
“Gpp, Ren
selow sih sama aku.”
Aku
menarik sebatang rokok dan menyulut api lewat korek kayu. Kepulan asap, ku
hembuskan membentuk lingkaran.
“Pertama
kali aku ngeliat kamu itu waktu ada acara gigs di kampus
Borneo. Aku ngeliat kamu bebas banget ibarat negara yah kamu ga punya garis
teritorial. Sebagai warga negara buatku kamu merdeka.” Kata Kia seperti tanpa
memerlukan jawaban dariku.
“Terus?”
Kataku
“Aku mulai
ngikutin apapun kegiatan kamu dari sosial media. Yah maybe itu karena media
sosial jadiin orang kadang ga punya privasi. Aku sih pernah di usiamu, aku juga
ngelakuin hal yang sama. Tapi seiring berjalan waktu ternyata privasi itu
mahal, ga tau apa karena aku introvert kali.”
“Kamu
lagi ada masalah apa sama Sofie? Kayaknya, lagi berat banget yah?” sambung Kia.
Aku
terperangah dan ini point ke 3 dia tahu tentang persoalanku “Oke, oke Ki jujur
kamu banyak banget tau tentang aku? Dan persoalan ini ga pernah aku publish
kemanapun, bahkan persoalan percintaanku sekalipun aku ga pernah publish.”
Aku ga
tau harus bilang ini nyaman, atau malah menakutkan bagaimana ga aku seperti
dimata-matai selama ini.
“Ren...”
Kia menurunkan nada bicara.“ Sorry, kamu udah buat aku suka sama kamu dari
awal. Tapi inget,,, ini jangan mempengaruhi perasaanmu ke Sofie. Biarin aku
nikmati rasa ini dengan caraku.”
Ya...
kalian bisa rasakan apa yang tengah aku rasakan. Aku hanyut,,, iya aku hanyut
dalam permainan Kia. Dan ku akui cara Kia begitu sempurna.
“Oke
terus mau kamu apa?” Ucapku
“Aku mau
kamu cerita apapun ke aku, tanpa ada batasan. Anggap aku sebagai teman cerita
lamamu. boleh?” Pinta Kia.
“Dan aku
juga ga tau kamu emang kayak orang yang udah aku kenal lama. Dan terima kasih.
Aku memang saat ini emang butuh ceritakan ke orang apa yang sedang aku alami. Lalu
kamu datang dengan penawaran yang mana aku membutuhkan apa yang kamu tawarkan.”
Ujarku
“Sekarang
kamu udah boleh untuk memulai cerita kamu. Dan aku akan dengerin apapun yang
kamu ceritakan.” Kia memandangku dengan mata berbinar.
Disela-sela
ceritaku Kia tiba-tiba memelukku. Kami duduk di sebuah kursi yang memanjang. Kia
tepat duduk di sebelahku, posisi itu tentunya memudahkan dia untuk memelukku.
“Ren,
sorry yah. Lanjutin ceritanya.” Suara Kia membisik tepat di telinga kiriku.
Memang
aku benar-benar terpuruk dengan apa yang terjadi antara aku dan Sofie
kekasihku. Dia memintaku untuk segera melamar, karena orang tua Sofie ingin
sekali melihat Sofie segera menikah. Ditambah lagi Sofie anak tunggal, tentu
itu suatu hal berat. Apalagi aku dapat informasi banyak pria yang sudah datang
ke rumah Sofie dan ingin menikahinya. Sedang aku untuk kerja masih serabutan,
penghasilpun ga pernah nentu. Buat diri sendiri aja kadang ga terpenuhi. Hemmm,,,
beratkan.
Selama
aku berbicara pelukan Kia benar-benar menenangkan aku. Freak, yah
ini tapi yah begitulah situasi ku.
Tiba aku
merasa pundakku menjadi lembab. “Kia???”
“Sorry Ren
sorry,,,”
“Kamu
kenapa??? Apa tragis banget ceritaku?”
“Ga Ren,
itu sama apa yang terjadi sama aku.” Kia sambil mengusap air mata yang jatuh.
“Maksudmu?”
“Iya,
Ren. Maksud aku kejadian kita itu sama.” Dan Kia bercerita panjang.
Ternyata
Kia sekarang ada diposisiku. Hanya beberapa algoritma kisah Kia sedikit
berbeda.
Orang tua
ingin Kia segera menikah namun kekasih Kia yang bernama Deri memang belum
pernah bercerita hal yang serius mengenai pernikahan.
Kami
adalah 2 orang, yang benar-benar dalam situasi B dan C. Ya, diibaratkan Sofie
dititik A sedang aku B. Kia ada diposisi C sedang Dery kekasihnya di D. Ya
begitu kurang lebih...
“Kamu
dirumah ada gitar Ren?”
“Ada,
kenapa?”
“Aku mau
dengerin kamu main gitar.”
Matahari sudah
tenggelam di ufuk timur. Aku dan Kia mulai turun dari bukit, aku
mengenggam tangan Kia. Kami tiba di rumahku, rumah gelap.
“Masuk Ki,
aku hidupin lampu rumah dulu. Kamu duduk aja.”
Aku
menghidupkan seluruh lampu di setiap ruangan rumah. Dan ngambil gitar yang aku
simpan di kamar.
“Kamu
sendirian aja dirumah?” Kia mengikuti aku sampai ke dalam ternyata.
“Iya Ki,
orang tua ku di rumah Mulawarman.” Maksudnya orang tua ku tinggal di Jl. Mulawarman.
“Sini gitarmu,
pintu luar ga di tutup Ren?” Balas Kia
Aku ga
tau itu sebuah pertanyaan atau kalimat perintah.
“Oke.” Kataku
sambil berlalu menutup pintu depan.
“Jadi di rumah
sebesar ini kamu sendirian doang?”
Kia sudah
duduk di kursi belajarku, menyilangkan kaki dan memeluk gitar. Sesekali ia
memainkan beberapa kunci dengan teknik yang cukup baik. Skema sertifikasi Kia
kira-kira ada di tahap Madya, Pratama, atau Utama yah? Duh sorry ini dampak
dari RUU permusikan kali. Haha.
“Iya.
Kakakku kerja di Jakarta, dan di rumah Mulawarman memang sudah disiapkan untuk
hari tua Ayah dan Bundaku.” Aku menghempaskan tubuh ke kasur sambil
berpikir tumben dia ga tau soal ini, kali ini aku berpikir itu sebuah
pertanyaan ketidaktahuan atau memang basa-basi doang.
“Oh gitu,
oh iya aku kan mau dengerin kamu main gitar...” Kia memintaku dan melemparkan
gitar tepat di pangkuanku.
Aku duduk
di sisi kasur, dan mulai memetik gitar akustik milikku.
“You Are
My Sunshine.” Ujar Kia.
Kali ini
aku terdiam, melihat Kia dengan tatapan kosong. You Are My Sunshine adalah lagu yang aku dan
Sofie nyatakan bahwa Jimmie Davis juga Charles Mitchel sengaja menciptakannya
untuk kami berdua, dan hanya untuk aku dan Sofie.
“Aku tau
itu adalah lagu kesukaanmu dan Sofie, dari itu nyanyikan untukku malam ini.”
“Ren...”
Kia memanggilku.
“Sorry,
sorry Ki.”
“Bolehkan
nyanyikan untukku, untuk malam ini.” Kia mengatakan dengan penuh
harap.
“You are
My sunshine, my only sunshine....” aku mulai bernyanyi.
Kia
beranjak dari kursi menuju sisi kasur duduk bersamaku...
Kia
memperhatikan petikan, bibirku juga mataku...
Hingga
petikan terakhir, Kia lalu menarik gitarku dan memelukku erat. Aku hanya diam,
benar-benar terdiam.
“Boleh
aku tidur sama kamu malam ini?”
Tiba-tiba
aku teringat wajah Sofie, wajah Sofie seakan ada di setiap sudut kamarku. Aku
melepaskan pelukan Kia. Maaf Ki, aku ga bisa. Ada Sofie dipikiranku.
“Serius?”
Kata Kia sambil melepaskan jaket dan selanjutnya mencoba melepaskan t-shirt
miliknya mencoba menggoda.
“Kia,
Kia, Ki sorry, sorry, sorry banget aku ga bisa. Aku ga bisa untuk ini Ki.”
Suaraku menahan tangan Kia.
“Sekalipun
kamu tattooan di telinga ada piercing, kamu benar-benar pria yang
hebat Ren. Walaupun orang memandangmu mungkin sering dengan tatapan yang bikin
kamu ga nyaman.”
“Boleh
beri aku Ciuman Ren.” sambung Kia
Spontan
aku melumat habis bibir Kia, aku membuat Kia berbaring dan Kia pun menikmati
apa yang ku lakukan. Sekitar 3 menit aku melepaskan bibir Kia dengan perlahan.
“Terima
kasih Ren.” Kata Kia
Aku hanya
berdiam dan merebahkan tubuhku di sebelah Kia. Kami berdiam tanpa
suara.
Hingga
akhirnya Kia pamit untuk pulang.
Setelah
tiba dirumah, Kia mengirim pesan lewat mesangger facebook. Yah, social media
yang paling bertahan di zaman ini.
“Ren
thanks yah udah nemenin aku.”
“Iya Ki,
sama-sama aku juga makasih banget.”
“Ren, aku
ga pernah nyesal semisal tadi kamu lakukan hal itu ke aku... dan aku ga pernah
nyesal untuk nyerahkan keperawananku malam ini untuk kamu.”
Kia pun
berlalu, malam itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar